
Hijrah Nabi –shallallahu 'alaihi wasallam- (Bagian 2)
Rasulullah –shallallahu 'alaihi
wasallam- Meninggalkan Rumahnya
Sekalipun persiapan yang dilakukan
oleh kaum Quraisy untuk melaksanakan rencana keji tersebut sedemikian rapi,
namun mereka tetap mengalami kegagalan total. Pada malam itu Rasulullah
–shallallahu 'alaihi wasallam- berkata kepada Ali bin Abi Thalib: tidurlah di
tempatku, berselimutlah dengan burdah hijau yang berasal dari Hadhramaut
milikku ini, gunakanlah untuk tidurmu, niscaya tidak akan ada sesuatu pun dari
perbuatan mereka yang engkau tidak suka akan menimpamu.
Bila tidur biasanya Rasulullah
–shallallahu 'alaihi wasallam- selalu memakai burdahnya tersebut. Dan malam itu
Ali bin Abi Thalib tidur di ranjang beliau dan memakai burdah beliau. Sementara
itu Rasulullah –shallallahu 'alaihi wasallam- telah berhasil keluar menembus
barisan-barisan mereka. Beliau memungut segenggam tanah dari al-Bathha lalu
menaburkannya di atas kepala mereka, ketika itu Allah mencabut pandangan mereka
untuk sementara sehingga tidak dapat melihat beliau, sedangkan beliau membaca
firmanNya:
Dan Kami adakan dihadapan mereka
dinding dan di belakang mereka dinding (pula), dan Kami tutup (mata) mereka
sehingga mereka tidak dapat melihat. (Yasin: 9).
Tidak ada seorang pun yang
terlewatkan, semuanya beliau taburi tanah di kepalanya. Lantas beliau berlalu
menuju kediaman Abu Bakar, kemudian keduanya keluar melalui pintu kecil di
belakang rumah Abu Bakar pada malam hari hingga sampai ke Gua Tsur yang
terletak di jalan menuju ke arah Yaman.
Para pemblokade tetap menunggu
hingga tiba pukul 00.00 dan menjelang tiba waktu tersebut, tenda-tanda
kesia-siaan dan kegagalan sudah Nampak bagi mereka. Seorang laki-laki yang
tidak ikut serta dalam pemblokadean tersebut datang dan melihat mereka sedang
di pintu rumah beliau –shallallahu 'alaihi wasallam-, lalu dia bertanya kepada
mereka: apa gerangan yang kalian tunggu?
Mereka menjawab: Mauhammad.
Dia berkata: sungguh telah sia-sia
dan merugilah kalian. Demi Allah, dia telah melewati kalian dan menaburkan
tanah di atas kepala-kepala kalian, lalu pergi menyelesaikan urusannya.
Mereka berkata: demi Allah, kami
tidak melihatnya!. Sambil mengibas-ngibaskan tanah yang menempel di
kepala-kepala mereka. Akan tetapi mereka penasaran dan mengintip dari celah
pintu dan mereka melihat Ali. Mereka berkata: demi Allah, sesungguhnya ini
adalah Muhammad yang sedang tidur dan masih memakai burdahnya.
Mereka pun maasih tetap menunggu
hingga pagi menjelang. Kemudian Ali bangun dari tempat tidurnya, melihat hal
ini mereka langsung menagkap Ali lalu menanyainya perihal Rasulullah
–shallallahu 'alaihi wasallam-. Ali menjawab: aku tidak mengetahui tentangnya
Perjalanan dari Rumah Menuju Gua
Rasulullah –shallallahu 'alaihi
wasallam- meninggalkan rumah beliau pada malam hari tanggal 27 Shafar tahun ke
14 kenabian, bertepatan dengan tanggal 12/13 September Tahun 622 M, lalu beliau
berangkat menuju kediaman Abu Bakar –radhiyallahu 'anhu- rekan setianya, dan
dia adalah orang yang paling beliau percaya untuk menemaninya di perjalanan dan
untuk menjaga hartanya, kemudian keduanya meninggalkan rumah Abu Bakar tersebut
dengan melewati pintu belakang, lantas bersama-sama meninggalkan Makkah
secepatnya sebelum fajar menyingsing.
Nabi –shallallahu 'alaihi wasallam
mengetahui bahwa orang-orang Quraisy akan berupaya keras untuk mengejarnya, dan
jalan yang pertama kali akan disisir oleh mereka adalah jalan utama kota
Madinah yang menuju ke arah utara. Oleh karena itu, beliau memilih jalan yang
berlawanan arah, yaitu jalan yang terletak di selatan Makkah, yang menuju ke
arah Yaman. Beliau menempuh jalan ini sepanjang 5 mil, hingga akhirnya sampai
ke sebuah bukit yang tinggi, jalannya terjal, sulit didaki dan banyak bebatuan.
Kondisi ini membuat kaki Rasulullah –shallallahu 'alaihi wasallam- lecet,
karena berjalan tanpa alas, ada riwayat yang menyebutkan bahwa ketika berjalan
di jalur tersebut beliau bertumpu pada ujung-ujung kakinya agar jejak
langkahnya tidak tampak, karenanya kedua kaki beliau menjadi lecet. Apa pun
yang sebenarnya terjadi, yang jelas beliau kemudian harus digendong oleh Abu
Bakar ketika mencapai bukit. Dan Abu Bakar mulai memeganginya dengan erat
hingga akhirnya sampai ke sebuah gua di puncak bukit yang di kemudian hari
dikenal oleh sejarah dengan nama Gua Tsur.