Minggu, 18 Februari 2024

Hijrah Nabi –shallallahu 'alaihi wasallam- (Bagian 2)

22.17

Hijrah Nabi –shallallahu 'alaihi wasallam- (Bagian 2)

Rasulullah –shallallahu 'alaihi wasallam- Meninggalkan Rumahnya

Sekalipun persiapan yang dilakukan oleh kaum Quraisy untuk melaksanakan rencana keji tersebut sedemikian rapi, namun mereka tetap mengalami kegagalan total. Pada malam itu Rasulullah –shallallahu 'alaihi wasallam- berkata kepada Ali bin Abi Thalib: tidurlah di tempatku, berselimutlah dengan burdah hijau yang berasal dari Hadhramaut milikku ini, gunakanlah untuk tidurmu, niscaya tidak akan ada sesuatu pun dari perbuatan mereka yang engkau tidak suka akan menimpamu.

Bila tidur biasanya Rasulullah –shallallahu 'alaihi wasallam- selalu memakai burdahnya tersebut. Dan malam itu Ali bin Abi Thalib tidur di ranjang beliau dan memakai burdah beliau. Sementara itu Rasulullah –shallallahu 'alaihi wasallam- telah berhasil keluar menembus barisan-barisan mereka. Beliau memungut segenggam tanah dari al-Bathha lalu menaburkannya di atas kepala mereka, ketika itu Allah mencabut pandangan mereka untuk sementara sehingga tidak dapat melihat beliau, sedangkan beliau membaca firmanNya:

Dan Kami adakan dihadapan mereka dinding dan di belakang mereka dinding (pula), dan Kami tutup (mata) mereka sehingga mereka tidak dapat melihat. (Yasin: 9).

Tidak ada seorang pun yang terlewatkan, semuanya beliau taburi tanah di kepalanya. Lantas beliau berlalu menuju kediaman Abu Bakar, kemudian keduanya keluar melalui pintu kecil di belakang rumah Abu Bakar pada malam hari hingga sampai ke Gua Tsur yang terletak di jalan menuju ke arah Yaman.

Para pemblokade tetap menunggu hingga tiba pukul 00.00 dan menjelang tiba waktu tersebut, tenda-tanda kesia-siaan dan kegagalan sudah Nampak bagi mereka. Seorang laki-laki yang tidak ikut serta dalam pemblokadean tersebut datang dan melihat mereka sedang di pintu rumah beliau –shallallahu 'alaihi wasallam-, lalu dia bertanya kepada mereka: apa gerangan yang kalian tunggu?

Mereka menjawab: Mauhammad.

Dia berkata: sungguh telah sia-sia dan merugilah kalian. Demi Allah, dia telah melewati kalian dan menaburkan tanah di atas kepala-kepala kalian, lalu pergi menyelesaikan urusannya.

Mereka berkata: demi Allah, kami tidak melihatnya!. Sambil mengibas-ngibaskan tanah yang menempel di kepala-kepala mereka. Akan tetapi mereka penasaran dan mengintip dari celah pintu dan mereka melihat Ali. Mereka berkata: demi Allah, sesungguhnya ini adalah Muhammad yang sedang tidur dan masih memakai burdahnya.

Mereka pun maasih tetap menunggu hingga pagi menjelang. Kemudian Ali bangun dari tempat tidurnya, melihat hal ini mereka langsung menagkap Ali lalu menanyainya perihal Rasulullah –shallallahu 'alaihi wasallam-. Ali menjawab: aku tidak mengetahui tentangnya

Perjalanan dari Rumah Menuju Gua

Rasulullah –shallallahu 'alaihi wasallam- meninggalkan rumah beliau pada malam hari tanggal 27 Shafar tahun ke 14 kenabian, bertepatan dengan tanggal 12/13 September Tahun 622 M, lalu beliau berangkat menuju kediaman Abu Bakar –radhiyallahu 'anhu- rekan setianya, dan dia adalah orang yang paling beliau percaya untuk menemaninya di perjalanan dan untuk menjaga hartanya, kemudian keduanya meninggalkan rumah Abu Bakar tersebut dengan melewati pintu belakang, lantas bersama-sama meninggalkan Makkah secepatnya sebelum fajar menyingsing.

Nabi –shallallahu 'alaihi wasallam mengetahui bahwa orang-orang Quraisy akan berupaya keras untuk mengejarnya, dan jalan yang pertama kali akan disisir oleh mereka adalah jalan utama kota Madinah yang menuju ke arah utara. Oleh karena itu, beliau memilih jalan yang berlawanan arah, yaitu jalan yang terletak di selatan Makkah, yang menuju ke arah Yaman. Beliau menempuh jalan ini sepanjang 5 mil, hingga akhirnya sampai ke sebuah bukit yang tinggi, jalannya terjal, sulit didaki dan banyak bebatuan. Kondisi ini membuat kaki Rasulullah –shallallahu 'alaihi wasallam- lecet, karena berjalan tanpa alas, ada riwayat yang menyebutkan bahwa ketika berjalan di jalur tersebut beliau bertumpu pada ujung-ujung kakinya agar jejak langkahnya tidak tampak, karenanya kedua kaki beliau menjadi lecet. Apa pun yang sebenarnya terjadi, yang jelas beliau kemudian harus digendong oleh Abu Bakar ketika mencapai bukit. Dan Abu Bakar mulai memeganginya dengan erat hingga akhirnya sampai ke sebuah gua di puncak bukit yang di kemudian hari dikenal oleh sejarah dengan nama Gua Tsur.