Selasa, 09 Januari 2024

Macam-macam Cara Turunnya Wahyu

21.02

Macam-macam Cara Turunnya Wahyu

Ibnul Qayyim berkata mengenai macam-macam turunnya wahyu

Pertama, wahyu turun berupa ar-ru'ya ash-shadiqah (mimpi yang benar) dan ini merupakan permulaan turunnya wahyu kepada Nabi Muhammad –shallallahu 'alaihi wasallam-.

Kedua, berupa sesuatu yang dibisikkan oleh malaikat terhadap jiwa dan hati beliau –shallallahu 'alaihi wasallam-. Hal ini sebagaimana disabdakan Nabi –shallallahu 'alaihi waslla-: Sesungguhnya Ruhul Quds (Malaikat Jibril) menghembuskan/membisikkan ke dalam hatiku bahwasannya jiwa tidak akan mati hingga disempurnakan rizki baginya. Oleh karena itu bertakwalah kalian kepada Allah, berindah-indahlah dalam meminta serta janganlah keterlambatan rizki atas kalian mendorong kalian untuk memintanya dengan cara melakukan perbuatan maksiat terhadapNya, karena sesungguhnya apa yang ada di sisi Allah tidak akan didapat kecuali dengan melakukan ketaatan kepadaNya.

Ketiga, berupa Malaikat yang berwujud seorang laki-laki, lantas mengajak beliau –shallallahu 'alaihi wasllam- berbicara hingga beliau memahaminya dengan baik apa yang dikatakan kepadanya. Dalam hal ini terkadang para sahabat dapat melihat malaikat tersebut.

Keempat, berupa bunyi gemerincing lonceng yang datang kepada beliau –shallallahu 'alaihi wasllam- diikuti dengan malaikat (yang menyampaikan wahyu) secara saamar. Cara ini merupakan cara yang paling berat, sampai-sampai membuat kening beliau berkerut dan bersimbah peluh, padahal terjadi pada hari yang sangat dingin. Demikian pula mengakibatkan unta beliau duduk bersimpuh ke bumi bila beliau sedang menungganginya. Dan pernah juga suatu kali, wahyu datang dengan cara tersebut, saat itu paha beliau berada di atas paha Zaid bin Tsabit, sehingga Zaid merasakan beban yang demikian berat yang hampir saja membuatnya remuk.

Kelima, berupa malaikat dalam bentuk aslinya yang dilihat langsung oleh beliau –shallallahu 'alaihi wasallam-, lalu diwahyukan kepada beliau beberapa wahyu yang dikehendaki oleh Allah –subhanahu wata'ala-. Peristiwa seperti ini dialami oleh beliau sebanyak dua kali sebagaimana disebutkan oleh Allah dalam serat an-Najm.

Keenam, berupa wahyu yang diwahyukan Allah kepada beliau. Yaitu saat beliau berada di atas langit pada malam mi'raj ketika diwajibkannya shalat dan yang lainnya.

Ketujuh, berupa Kalamullah (ucapan Allah) kepada beliau tanpa perantara malaikat, sebagaimana Allah berbicara kepada Musa bin Imran. Peristiwa seperti ini juga dialami oleh Nabi Musa –'alaihissalam- dan diabadikan secara qath'I berdasarkan nash al-Qur'an. Sedangkan kepada Nabi Muhammad –shallallahu 'alaihi wasallam- terjadi ketika peristiwa Isra' sebagaimana dijelaskan dalam hadits.