Selasa, 30 Januari 2024

Orang-orang yang Beriman Selain Penduduk Makkah

23.23

 Orang-orang yang Beriman Selain Penduduk Makkah

Disamping menawarkan Islam kepada berbagai kabilah dan delegasi Rasulullah –shallallahu 'alaihi wasallam- juga menawarkannya kepada perorangan dan individu. Diantara mereka ada yang menerimanya secara baik-baik dan ada pula beberapa orang yang beriman selang beberapa saat setelah berlalunya musim haji, di antara mereka adalah:

1.Suwaid bin Shamit

Dia adalah seorang penyair yang cerdas, salah seorang penduduk Yatsrib, dia dijiluki al-Kamil (orang yang sempurna) oleh kaumnya. Julukan ini diberikan karena faktor warna kulit, keindahan syair ciptaannya, kebangsawanan dan nasabnya. Dia datang ke Makkah untuk melaksanakan ibadah haji atau umrah. Lalu Rasulullah –shallallahu 'alaihi wasallam- mengajaknya untuk masuk Islam. Dia berkata: sepertinya apa yang ada padamu sama dengan apa yang ada padaku.

Lalu Rasulullah –shallallahu 'alaihi wasallam berkata kepadanya: apa yang ada padamu?

Dia menjawab: Hikmah Lukman.

Beliau berkat lagi: bacakan kepadaku.

Dia pun membacakannya, maka Rasulullah –shallallahu 'alaihi wasallam- berkata: sesungguhnya ucapan ini indah, akan tetapi apa yang aku bawa lebih baik lagi dari ini, ialah al-Qur'an yang diturunkan oleh Allah kepadaku, ia adalah petunjuk dan cahaya.

Kemudian beliau membacakan ayat-ayat al-Qur'an kepadanya dan mengajaknya untuk memeluk Islam. Dia pun menerimanya dan masuk Islam.

Dia berkomentar: sesungguhnya ini memang benar lebih indah.

Tidak berapa lama setelah kembali ke Madinah dia terbunuh pada perang yang terjadi antara suku Aus dan Khazraj sebelum terjadinya perang Bu'ats. Masuk Islamnya Suwaid ini terjadi pada permulaan tahun 11 kenabian.

2. Iyas bin Mu'adz

Dia adalah seorang pemuda belia dari penduduk Yatsrib, yang datang ke Makkah bersama delegasi suku Aus, dalam rangka mengupayakan persekutuan dengan Quraisy untuk menghadapi kaum mereka dari suku Khazraj. Hal ini terjadi sebelum meletusnya perang Bu'ats pada permulaan tahun ke 11 kenabian, dimana bara permusuhan antara kedua kabilah di Yatsrib ini sudah menyala. Sementara jumlah suku Aus lebih sedikit daripada suku Khazraj. Tatkala mengetahui kedatangan mereka, Rasulullah –shallallahu 'alaihi wasallam- datang dan menghampiri mereka serta menawarkan Islam kepada mereka. Beliau –shallallahu 'alaihi wasallam- berkata kepada mereka: maukah kalian mendapatkan yang lebih baik dari tujuan kalian semula ke sini? Mereka menjawab: ya, apa itu?

Beliau menjawab: Aku adalah utusan Allah, Dia telah mengutusku kepada para hambaNya, untuk mengajak mereka beribadah kepada Allah dan tidak menyekutukanNya dengan sesuatu apa pun, dan Dia telah menurunkan al-Qur'an.

Kemudian beliau menjelaskan kepada mereka tentang Islam dan membacakan al-Qur'an.

Iyas bin Mu'adz berkata: wahai kaumku! Demi Allah! Ini adalah lebih baik dari tujuan kalian semula ke sini. Lalu Abu al-Hasyar, Anas bin Rafi' –salah seorang yang ikut dalam delegasi tersebut- mengambil segenggam tanah kerikil dan melemparnya ke wajah Iyas seraya berkata: menjauhlah dari kami, sungguh kami datang bukan untuk tujuan ini. Iyas terdiam sedangkan Rasulullah –shallallahu 'alaihi wasallam- berdiri meninggalkan mereka. Selanjutnya mereka pun pulang ke Madinah tanpa menuai sukses untuk mengadakan persekutuan dengan kaum Quraisy.

Tidak lama setelah mereka tiba di Yatsrib Iyas meninggal dunia. Sebelum itu dia senantiasa bertahlil, bertakbir, bertahmid dan bertasbih menjelang kematiannya. Mereka tidak meragukan bahwa ia mati dalam keadaan Islam.

Abu Dzar al-Ghifari

Dia termasuk penduduk pinggiran Yatsrib. Tatkala kabar tentang diutusnya Nabi –shallallahu 'alaihi wasallam- yang dibawa oleh Suwaid bin Shamit dan Iyas bin Mu'adz telah sampai di Yatsrib, maka kabar ini pun akhirnya sampai juga ke telinga Abu Dzar, dan dari sinilah sebab keislamannya.

Imam al-Bukhari meriwayatkan dari Ibnu Abbas, dia berkata: Abu Dzar berkata: aku seorang laki-laki dari suku Ghifar. Suatu ketika berita tentang seorang yang muncul di Makkah mengaku sebagai Nabi telah sampai kepada kami. Lalu aku berkata kepada saudaraku: berangkatlah menemui orang itu dan berbicaralah dengannya, lalu ceritakanlah kepadaku perihalnya.

Dia pun berangkat lalu bertemu Nabi –shallallahu 'alaihi wasallam-, kemudian pulang. Aku bertanya kepadanya: apa berita yang engkau bawa?

Dia berkata: Demi Allah sungguh aku telah melihat seorang laki-laki yang mengajak kepada kebajikan dan melarang kejahatan.

Aku berkata lagi kepadanya: berita yang engkau bawa belum memuaskanku.

Maka aku pun mengambil tas dan tongkat kemudian berangkat ke Makkah. Di sana aku tidak dapat mengenalinya, namun demikian aku enggan untuk bertanya tentang dirinya. Kemudian aku meminum air zam-zam dan berdiam di Masjid  Haram, sampai suatu ketika Ali bin Abi Thalib melewatiku dan menegurku: sepertinya kamu orang asing?

Aku menjawab: ya benar.

Dia berkata: ikutlah bersamaku ke rumah.

Maka aku pun ikut bersamanya, namun dia tidak bertanya sepatah kata pun kepadaku selama dalam perjalanan, demikian pula aku tidak bertanya kepadanya dan tidak pula memberitahukan perihal diriku. Keesokan harinya aku datang ke Masjid Haram untuk bertanya kepada orang-orang tentang Rasulullah –shallallahu 'alaihi wasallam-, akan tetapi tidak seorang pun yang memberitahukan kepadaku tentang dirinya. Lalu Ali kembali melewatiku seraya berkata: apakah kamu masih ingat tempat singgahmu?

Aku menjawab: tidak.

Dia berkata: kalau begitu ikutlah bersamaku!

Abu Dzar melanjutkan, dia berkata kepadaku: ada apa sebenarnya dengan dirimu? Apa maksud kedatanganmu ke negeri ini?

Aku menuturkan: jika engkau merahasiakannya maka aku akan jelaskan.

 Dia berkata: aku setuju.

Lalu aku bercerita: telah sampai berita kepada kami bahwa ada seorang laki-laki yang muncul di sini mengaku sebagai Nabi Allah. Lalu aku utus saudaraku untuk berbicara dengannya, dia pun pulang, akan tetapi informasi yang dibawanya tidak memuaskanku, sehingga karenanya sekarang aku ingin menemuinya langsung.

Ali kemudian berkata kepadaku: kalau begitu, kamu sudah bertindak benar. Sekarang aku sedang menuju ke arahnya, karena itu masuklah sebagaimana aku masuk, karena bila aku melihat seseorang yang aku khawatirkan akan mencelakaimu, aku akan minggir ke tembok seolah tengah memperbaiki sandalku sedangkan kamu teruslah berjalan. Dia pun berlalu dan aku ikut bersamanya hingga dia memasuki rumah. Aku masuk bersamanya menghadap Nabi –shallallahu 'alaihi wasallam-, lalu aku berkata kepada beliau: jelaskan kepadaku tentang Islam! Lalu beliau menjelaskannya, maka seketika itu juga aku masuk Islam.

Beliau berkata kepadaku: wahai Abu Dzar, rahasiakanlah urusan ini dan kembalilah ke kampung halamanmu! Bilamana engkau telah mendengar kemenangan kami, maka datanglah kembali.

Aku menjawab: Demi Dzat Yang telah mengutusmu dengan kebenaran, sungguh aku akan secara lantang meneriakannya di hadapan mereka.

Aku kemudian pergi ke Masjid Haram sementara kaum Quraisy ada di sana. Aku berkata kepada mereka: wahai kaum Quraisy! Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan yang berhak disembah selain Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad itu adalah hamba dan utusanNya.

Mereka berkata: cegah penganut agama baru ini! Maka orang-orang pun melakukannya. Aku dipukul untuk dihabisi, kemudian datanglah al-Abbas menolongku dan melindungiku, lalu menyongsong mereka seraya berkata: celakalah kalian! Apakah kalian akan membunuh seorang pemuda dari suku Ghifar sementara jalur dan lintasan perniagaan kalian melewati perkampungan Ghifar?

Merekapun akhirnya melepaskanku. Keesokan harinya aku kembali mengulangi apa yang aku ucapkan kemarin sementara mereka melakukan hal yang sama pula. Lalu al-Aabbas kembali mendapatiku dan melindungiku lalu mengatakan kepada mereka seperti yang dikatakannya kemarin.

4.Thufail bin Amr ad- Dausi

Dia adalah seorang yang terpandang, penyair kawakan dan kepala kabilah Daus.

Kabilahnya memiliki kemitraan atau semi kemitraan di sebagian wilayah pinggiran Yaman. Dia datang ke Makkah pada tahun ke 11 kenabian. Para penduduknya sudah menyambutnya sebelum dia sampai di sana. Mereka juga memberikan sambutan dan penghormatan tertinggi kepadanya. Mereka berkata kepadanya: wahai Thufail sesungguhnya engkau telah datang ke negeri kami sedangkan orang yang ada di tengah kami (Muhammad) telah merepotkan kami. Dia telah memecah-belah kesatuan kami dan memporak-porandakan urusan kami. Sungguh ucapannya itu ibarat sihir yang dapat memisahkan antara seorang anak dan ayahnya, antara seseorang dan saudaranya serta antara suami dan isterinya. Sesungguhnya kami khawatir terhadap dirimu dan kabilahmu bilamana terjadi seperti yang telah terjadi terhadap kami. Oleh karena itu, janganlah kamu berbicara dengannya dan mendengarkan sesuatu pun dari ucapannya tersebut.

Thufail menceritakan: demi Allah! Mereka terus-menerus mengingatkanku hingga aku bertekad untuk tidak mendengarkan sesuatu pun darinya dan tidak akan berbicara dengannya. Untuk itu aku terpaksa menyumbat kedua telingaku dengan kapas saat akan pergi ke Masjid Haram agar tidak ada sesuatu pun dari ucapannya terdengar olehku. Lalu pergilah aku menuju Masjid Haram dan mendapatkan beliau sedang shalat di sudut Ka'bah. Kemudian aku berdiri tak jauh darinya. Kiranya Allah mentakdirkanku mendengar sebagian dari ucapannya. Ternyata yang aku dengar adalah ucapan yang indah. Aku berkata pada diriku: celakalah aku! Demi Allah! Sesungguhnya aku ini orang yang pandai, seorang penyair kawakan, dan aku bisa membedakan antara yang baik dan yang buruk, apa salahnya aku mendengarkan ucapan orang ini? Jika memang baik aku akan terima, dan jika buruk maka aku tolak. Aku tak beranjak dari situ hingga beliau pulang ke rumahnya. Aku menguntitnya dari belakang hingga bilamana beliau memasuki rumahnya aku pun ikut masuk lalu menceritakan tujuan kedatanganku, peringatan yang diberikan orang-orang kepadaku dan perihal kapas yang menyumbat telingaku serta terdengarnya sebagian dari ucapan beliau. Aku berkata kepada beliau: tolong paparkan urusan agamamu kepadaku!

Lalu beliau memaparkan Islam dan membecakan al-Qur'an. Demi Allah! Aku belum pernah mendengarkan ucapan seindah itu, dan urusan seadil itu. Maka aku pun masuk Islam dan bersyahadat dengan syahadat al-Haq. Aku berkata kepada beliau: sesungguhnya aku orang yang dipatuhi di tengah kaumku dan aku akan pulang menemui mereka serta mengajak mereka memeluk Islam, untuk itu mohonkanlah kepada Allah agar memberiku suatu tanda. Beliau kemudian berdo'a.

Ternyata tanda itu berupa cahaya yang memancar dari wajahnya seperti lentera, dan terlihat manakala dia hampir sampai kepada kaumnya. Lalu dia berdo'a: ya Allah! Janganlah Engkau tempatkan ini pada wajahku, sebab aku khawatir mereka akan berkata: ini adalah kutukan. Lalu cahaya tersebut beralih ke cemetinya. Dia kemudian mengajak ayah dan istrinya masuk Islam. Keduanya menerimanya, sedangkan kaumnya menunda-nunda ajaran tersebut, namun dia tetap sabar menanti, hingga akhirnya setelah perang Khandak dia berhijrah dengan membawa sebanyak 70 atau 80 keluarga dari kaumnya yang masuk Islam. Dia telah diuji dalam keislamannya oleh Allah dengan ujian yang indah, sehingga dia gugur sebagai syahid pada perang Yamamah.

5.Dhimad al-Azdi

Dia berasal dari suku Azd Syanu'ah dari Yaman dan dia biasa mengobati penyakit. Ketika tiba di Makkah dia mendengar para begundal di sana berkata: sesungguhnya Muhammad itu orang gila.

Lalu dia berkata dalam hati: andaikata aku mendatangi orang ini, siapa tahu Allah akan menyembuhkan penyakitnya melalui aku.

Dia pun menemui beliau seraya berkata: wahai Muhammad! Sesungguhnya aku bisa mengobati penyakit ini, apakah kamu berkenan?

Lalu beliau menjawab dengan  mengucapkan:

Sesungguhnya segala puji hanya milik Allah, kita memujaNya dan meminta pertolonganNya, barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka tidak akan ada yang mampu menyesatkannya, dan barangsiapa yang disesatkan olehNya, maka tidak akan ada yang mampu memberinya petunjuk. Aku bersaksi bahwa tiada ilah (sesembahan) yah haq selain Allah semata. Yang tiada sekutu bagiNya. Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan RasulNya, Amma ba'du.

Dhimad terkesima seraya berkata: coba ulangi lagi untaian yang baru saja engkau ucapkan!

Rasulullah –shallallahu 'alaihi wasallam- pun mengulanginya sampai tiga kali, kemudian Dhimad berkata: sungguh aku telah mendengar bagaimana ucapan para dukun, para tukang sihir dan para penyair, aku tidak pernah mendengar ucapan seperti ini. Sungguh untaian ini telah mencapai kedalaman lautan, ulurkan tanganmu kepadaku agar aku berbai'at kepadamu untuk masuk Islam! Lalu dia pun membai'at beliau.