Jumat, 12 Januari 2024

Rasulullah –shallallahu 'alaihi wasallam- Menyampaikan Kebenaran Secara Terang-terangan dan Sikap Kaum Musyrikin Terhadapnya

06.31

 

Rasulullah –shallallahu 'alaihi wasallam- Menyampaikan Kebenaran Secara Terang-terangan dan Sikap Kaum Musyrikin Terhadapnya

Teriakan lantang yang dipekikan oleh Rasulullah –shallallahu'alaihi wasallam- di bukit Shafa  masih terasa gaungnya di seluruh penjuru Makkah. Puncaknya saat turunya Firman Allah –subhanahu wata'ala-:

Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang yang musyrik. (al-Hijr: 94)


Lalu Rasulullah –shallallahu 'alaihi wasallam melakukan dakwah Islam secara terang-terangan di tempat-tempat berkumpul dan bertemunya kaum musyrikin. Beliau membacakan Kitabullah kepada mereka dan menyampaikan ajakan yang selalu disampaikan oleh para rasul terdahulu kepada kaum mereka: Wahai kaumku! Sembahlah Allah! Kalian tidak memiliki Tuhan selainnya.

Beliau juga mulai memamerkan praktek ibadahnya kepada Allah di depan mata mereka; melakukannya di halaman Ka'bah pada siang hari secara terang-terangan dan disaksikan khalayak ramai.

Dakwah yang beliau lakukan tersebut semakin mendapatkan sambutan sehingga banyak orang yang masuk ke dalam Agama Allah satu persatu.namun antara mereka yang sudah memeluk Islam dan keluarga mereka yang belum memeluk Islam terjadi gap; saling membenci dan saling menjauhi. Melihat hal ini kaum Quraisy merasa gerah dan pemandangan semacam ini sangat menyakitkan mereka.

Sidang Majlis Membahas Upaya Menghalangi Jamaah Haji agar Tidak Mendengarkan Dakwah Rasulullah –shallallahu 'alaihi wasallam-

Kaum Quraisy kini menjadi gundah gulana karena hanya berselang beberapa hari atau bulan saja Dakwah Jahriyyah tersebut berlangsung, hingga tak terasa sudah mendekati musim haji, delegasi Arab pun akan  datang ke negeri mereka. Oleh karena itu, mereka melihat perlunya merangkai satu pernyataan yang nantinya secara sepakat mereka sampaikan kepada delegasi tersebut perihal Muhammad –shallallahu 'alaihi wasallam- agar dakwah yang disiarkannya tidak memiliki pengaruh terhadap delegasi tersebut. Maka berkumpullah mereka di rumah al-Walid bin al-Mughirah untuk membicarakan satu pernyataan yang tepat dan disepakati bersama tersebut. Lalu al-Walid berkata: Bersepakatlah mengenai perihal Muhammad dalam satu pendapat dan janganlah berselisih sehingga membuat sebagian kalian mendustakan pendapat sebagian yang lain dan sebagian lagi mementahkan pendapat sebagian lain!.

Mereka berkata kepadanya: katakana kepada kami pendapatmu yang akan kami jadikan acuan!

Lalu dia berkata: justru kalian yang harus mengemukakan pendapat kalian dan aku sebagai pendengar,

Mereka berkata: kita katakan dia (Muhammad) adalah seorang dukun.

Al-Walid menjawab: tidak! Demi Allah! Dia bukanlah seorang dukun, kita telah menyaksikan bagaimana praktek para dukun, sedangkan yang dikatakannya bukan seperti komat-kamit ataupun mantera-mantera para dukun.

Mereka berkata lagi: kita katakana saja dia orang gila.

Dia menjawab: tidak! Demi Allah! Dia bukan orang gila. Kita telah mengetahui esensi gila dan telah mengenalnya, sedangkan yang dikatakannya bukan dalam kategori tertekan, kerasukan ataupun was-was sebagaimana kondisi orang gila.

Mereka berkata lagi: kalau begitu kita katakan saja, dia adalah seorang penyair.

Dia menjawab: dia bekan seorang penyair, kita telah mengenal semua bentuk syair. Sedangkan yang dikatakannya bukanlah syair.

Mereka berkata lagi: kalau begitu dia adalah tukang sihir.

Dia menjawab: dia bukanlah tukang sihir, kita telah mengaksikan para tukang sihir dan macam-macam sihir mereka, sedangkan yang dikatakannya bukanlah jenis hembusan-hembusan penyihir ataupun buhul-buhul mereka.

Mereka kemudian berkata: kalau begitu, apa yang harus kita katakan?

Dia menjawab: Demi Allah! Sesungguhnya ucapan yang dikatakannya itu amatlah manis dan indah, akarnya ibarat tandan anggur dan cabangnya ibarat pohon yang rindang. Tidaklah kalian menuduhnya dengan salah satu dari hal tersebut melainkan akan diketahui kebathilannya. Sesungguhnya pendapat yang lebih dekat mengenai dirinya adalah dia seorang tukang sihir yang membawa suatu ucapan berupa sihir, yang mampu memisahkan antara seseorang dengan bapaknya, saudara, istri dan keluarganya. Mereka semua jadi terpisah darinya lantaran hal itu.

Sebagian riwayat menyebutkan, bahwa tatkala al-Walid menolak semua pendapat yang mereka kemukakan kepadanya, mereka berkata kepadanya: kemukakan kepada kami pendapatmu yang tidak ada celanya!

Lalu dia berkata kepada mereka: beri aku kesempatan sejenak untuk memikirkan hal itu!

Lantas al-Walid berpikir dan menguras otaknya hingga dia dapat menyampaikan kepada mereka pendapatnya tersebut sebagaimana disebutkan di atas.

Mengenai al-Walid ini, Allah –subhanahu wata'ala- menurunkan enam belas ayat yang merupakan bagian dari surat al-Muddatstsir, yaitu dari ayat 11 hingga ayat 26, di antara ayat-ayat tersebut terdapat gambaran bagaimana dia berpikir keras, sebagaimana dalam FirmanNya:

Sesungguhnya dia telah memikirkan dan menetapkan (apa yang ditetepkannya). Maka celakalah dia! Bagaimanakah dia menetepkan. Kemudian celakalah dia! Bagaimana dia menetapkan. Kemudian dia memikirkan.  Sesudah itu dia bermasam muka dan merengut. Kemudian dia berpaling (dari kebenaran) dan menyombongkan diri. Lalu dia berkata (al-Qur'an) ini tidak lain hanyalah sihir yang dipelajari (dari orang-orang dahulu), ini tidak lain hanyalah perkataan manusia. (al-Muddatstsir: 11-26)

Setelah majlis menyepakati keputusan tersebut, mereka mulai menerapkannya dengan cara duduk-duduk di jalan-jalan yang dilalui orang, hingga delegasi Arab datang pada musim haji. Setiap ada orang yang lewat, mereka peringatkan dan mereka singgung dihadapannya perihal Rasulullah –shallallahu 'alaihi wasallam-.

Sedangkan yang dilakukan oleh Rasulullah –shallallahu 'alaihi wasallam- manakala musim haji telah datang adalah membuntuti jamaah-jamaah yang datang hingga sampai ke tempat-tempat mereka (berkemah), di pasar 'Ukazh, Majinnah dan Dzul Majaz. Beliau mengajak mereka untuk menyembah Allah, sedangkan Abu Lahab selalu membuntuti di belakang beliau memotong setiap ajakan beliau dengan berbalik mengatakan kepada mereka: jangan kalian patuhi dia karena dia adalah seorang pembawa agama baru lagi pendusta.

Kenyataanya justru dari musim itulah perihal Rasulullah –shallallahu 'alaihi waallam- menjadi pusat perhatian delegasi Arab sehingga namanya menjadi buah bibir orang di seantero negeri Arab.