Kaum Quraisy Berupaya Menghubungi Orang-orang Yahudi
Setelah semua perundingan, negosiasi
dan kompromi yang diajukan oleh kaum musyrikin mengalami kegagalan, jalan-jalan
yang membentang di hadapan mereka seakan gelap gulita. Mereka bingung apa yang
harus dilakukan, hingga salah seorang dari mereka berdiri tegak, yaitu
an-Nadhar bin al-Harits seraya menasihati mereka: wahai kaum Quraisy, demi
Allah! Sungguh urusan yang kalian hadapi saat ini tidak ada lagi jalan keluarnya.
Di masa mudanya Muhammad adalah orang yang paling kalian ridhai, paling jujur
ucapannya diantara kalian, dan paling kalian agungkan amanatnya, hingga
akhirnya sekarang kalian melihat uban tumbuh di kedua sisi kepalanya dan
membawa apa yang dibawanya kepada kalian. Kemudian kalian mengatakan bahwa dia
adalah tukang sihir. Demi Allah! Dia bukanlah tukang sihir. Kita telah melihat
para tukang sihir dan jenis-jenis sihir mereka, sedangkan yang dikatakannya
bukanlah jenis hembusan ataupun buhul-buhul mereka. Lalu kalian katakan dia
adalah seorang dukun. Demi Allah! Dia bukanlah seorang dukun. Kita telah
melihat bagaimana para dukun, sedangkan yang dikatakannya bukan seperti
komat-kamit atau pun mantera-mantera para dukun. Lalu kalian katakan lagi bahwa
dia adalah seorang penyair. Demi Allah! Dia bukan seorang penyair. Kita telah mengetahui
semua bentuk syair, sedangkan yang dikatakannya bukanlah syair. Lalu kalian
katakan bahwa dia adalah seorang yang gila. Demi Allah! Dia bukan seorang yang
gila. Kita telah mengetahui esensi gila dan telah mengenalnya, sedangkan yang
dikatakannya bukan dalam kategori gila, kerasukan atau pun was-was sebagaiman
kondisi kegilaan tersebut. Wahai kaum Quraisy! Perhatikanlah urusan kalian, demi Allah! Sesungguhnya
kalian telah menghadapi masalah yang serius.
Ketika itulah kaum Quraisy memutuskan untuk
menghubungi orang-orang Yahudi guna memastikan kelanjutan dari perihal Muhammad
–shallallahu 'alaihi wasallam- maka mereka menunjuk an-Nadhar bin al-Harits
untuk pergi menemui orang-orang Yahudi di Madinah bersama dua orang lainnya.
Ketika mereka tiba di sana, para pemuka agama Yahudi (Ahbar) berkata kepada
mereka: tanyakan kepadanya (Muhammad) tiga hal; jika dia dapat
memberitahukannya maka dia memang Nabi yang diutus, dan jika tidak, maka dia
hanyalah orang yang berbicara dusta. Tanyakan kepadanya tentang sekelompok
pemuda yang sudah pergi pada masa lampau, bagaimana kisah mereka? Karena
sesungguhnya cerita tentang mereka amatlah menakjubkan. Tanyakan juga kepadanya
tentang seorang laki-laki pengelana yang menjelajahi dunia hingga ke belahan
timur bumi dan belahan baratnya, bagaimana kisahnya? Terakhir, tanyakan
kepadanya tentang apa itu ruh?
Setibanya di Makkah an-Nadhar bin
al-Harist berkata: kami datang kepada kalian dengan membawa pemisah apa yang
terjadi antara kita dan Muhammad. Lalu dia memberitahukan mereka perihal apa
yang dikatakan oleh orang-orang Yahudi. Setelah itu orang-orang Quraisy
bertanya kepada Rasulullah –shallallahu 'alaihi wasallam- tentang tiga hal
tersebut, maka setelah beberapa hari turunlah surat al-Kahfi yang di dalamnya
terdapat kisah tentang sekelompok pemuda tersebut, yakni Ashhabul Kahfi dan
kisah seorang pengelana, yakni Dzul Qarnain. Demikian pula turunlah jawaban
tentang ruh dalam surat al-Isra. Ketika itu jelaslah bagi kaum Quraisy bahwa
beliau –shallallahu 'alaihi wasallam- berada dalam kebenaran dan kejujuran,
namun orang-orang zhalim lebih memilih kekufuran.