Para Petinggi Quraisy Ingin Berunding dengan Rasulullah –shallallahu 'alaihi wasallam- Sementara Abu Jahal Ingin Menghabisinya
Harapan Quraisy untuk berunding
tidak terhenti sebatas jawaban dari beliau –shallallahu 'alaihi wasallam,
karena jawaban tersebut tidak secara terang menolak atau menerima. Untuk itu
mereka bermusyawarah, lalu berkumpul di depan Ka'bah setelah matahari terbenam.
Lalu mengirim utusan untuk mengajak Rasulullah –shallallahu 'alaihi wasallam
bertemu di sana. Tatkala beliau datang ke sana, mereka kembali mengajukan
tawaran yang sama seperti yang diajukan oleh Utbah sebelumnya. Disini beliau
menjelaskan bahwa dirinya tidak bisa melakukan hal itu, sebab sebagai Rasul
beliau hanyalah menyampaikan risalah Rabbnya. Jika mereka menerima, maka mereka
akan beruntung di dunia dan akhirat, dan jika tidak, beliau akan bersabar
hingga Allah yang akan memutuskannya.
Lantas mereka meminta beliau untuk
membuktikan dengan beberapa tanda, diantaranya; agar beliau memohon kepada
Rabbnya membuat gunung-gunung bergeser dari mereka, membentangkan negeri-negeri
untuk mereka, mengalirkan sungai-sungai serta menghidupkan orang-orang yang
telah mati hingga mereka mau mempercayainya. Namum beliau menjawabnya seperti
jawaban sebelumnya.
Mereka juga meminta beliau agar
memohon kepada Rabbnya untuk mengutus seorang malaikat yang membenarkan (kerasulan)
beliau, menyediakan taman-taman, harta terpendam serta istana yang tebuat dari
emas dan perak untuknya, namun beliau tetap menjawab seperti jawaban
sebelumnya.
Bahkan mereka menantang beliau agar mendatangkan
azab dengan cara menimpakan kepingan-kepingan langit ke atas mereka, beliau
menjawab,hal itu semua merupakan kehendak Allah; jika Dia berkehendak maka Dia
akan menjatuhkannya.
Menanggapi jawaban itu mereka malah
membantah dan mengancam beliau. Akhirnya beliau pulang dengan hati teriris
sedih.
Tatkala Rasulullah –shallallahu
'alaihi wasallam berlalu, Abu Jahal dengan sombongnya berkata kepada kaum
Quraisy, wahai kaum Quraisy! Sesungguhnya Muhammad sebagaimana yang telah
kalian saksikan hanya ingin mencela agama dan nenek moyang kita, menuduh kita
menyimpang dari kebenaran, serta mencaci tuhan-tuhan kita. Sungguh aku berjanji
atas nama Allah untuk duduk di dekatnya dengan membawa batu besar yang mampu
aku angkat dan aku akan menghempaskannya ke atas kepalanya saat dia sedang
sujud dalam shalatnya. Maka setelah itu, kalian hanya memiliki dua pilihan;
menyerahkanku atau melindungiku. Dan setelah hal itu terjadi, silahkan Bani
Abdi Manaf berbuat apa saja yang mereka mau.
Mereka menjawab: demi Allah!
Sekali-kali kami tidak akan pernah menyerahkanmu pada sesuatu pun. Lakukanlah
apa yang engkau inginkan.
Pada pagi harinaya, Abu Jahal
rupanya benar-benar mengambil batu besar sebagaimana yang dia katakan, kemudian
duduk sambil menunggu kedatangan Rasulullah –shallallahu 'alaihi wasallam-. Tak
berapa lama, Rasulullah pun datang sebagaimana biasanya. Lalu beliau melakukan
shalat sedangkan kaum Quraisy juga sudah datang dan duduk di tempat mereka
biasa berkumpul sambil menunggu apa yang akan dilakukan oleh Abu Jahal.
Manakala Rasulullah –shallallahu 'alaihi wasallam sedang sujud, Abu Jahal pun
mengangkat batu tersebut kemudian berjalan menuju ke arah beliau hingga
jaraknya sangat dekat sekali. Akan tetapi anehnya, dia justru berbalik mundur,
wajahnya pucat pasi ketakutan. Kedua tangannya sudah tak mampu lagi menahan
beratnya batu hingga dia melemparnya. Menyaksikan kejadian itu, para pemuka
Quraisy segera menyongsongnya seraya bertanya: ada apa denganmu wahai Abul
Hakam?
Aku sudah berdiri menuju ke arahnya
untuk melakukan apa yang telah aku katakan kepada kalian semalam, namun ketika
aku mendekatinya seakan ada unta jantan yang menghalangiku. Demi Allah! Aku
belum pernah melihat unta jantan yang lebih menakutkan darinya, baik rupanya,
lehernya atau pun taringnya. Binatang itu ingin memangsaku. Katanya
Ibnu Ishaq berkata: disebutkan
kepadaku bahwa Rasulullah –shallallahu 'alaihi wasallam- bersabda: itu adalah
Jibril –alaihissalam-. Andai dia (Abu Jahal) mendekat pasti akan disambarnya.