Pembatalan Terhadap Sahifah/Lembaran Perjanjian
Dua atau tiga tahun penuh telah
berlalu, namun pemboikotan masih tetap berlangsung. Barulah pada bulan Muharram
tahun ke 10 kenabian terjadi pembatalan terhadap shahifah dan perobekan
perjanjian tersebut. Hal ini dilakukan karena tidak semua kaum Quraisy
menyetujui perjanjian tersebut, di antara mereka ada yang pro dan ada pula yang
kontra, maka pihak yang kontra ini akhirnya berusaha untuk membatalkan shahifah
tersebut.
Orang yang memprakarsai hal itu adalah Hisyam bin Amr, dari suku Bani
Amir bin Lu'ay, dia secara diam-diam pada malam hari selalu mengadakan kontak
dengan Bani Hasyim dan menyuplai bahan makanan. Suatu ketika dia pergi meghadap
Zuhair bin Abi Umayyah al-Makhzumi (ibunya bernama Atikah binti Abdul
Muththalib), dia berkata kepadanya: wahai Zuhair! Apakah engkau tega dapat
menikmati makan dan minum, sementara saudara-saudara dari pihak ibumu berada
dalam kondisi seperti yang engkau ketahui saat ini? Zuhair menjawab: Bagaimana
engkau ini! Apa yang dapat aku perbuat padahal aku hanya seorang diri? Sungguh
demi Allah! Andaikata ada seorang lagi yang bersamaku, niscaya shahifah perjanjian
tersebut aku robek.
Engkau sudah mendapatkannya! Kata
Hisyam. Siapa dia? Tanya Zuhair. Aku, kata Hisyam. Kalau begitu, mari kita cari
orang ketiga, jawabnya.
Lau Hisyam pergi menuju kediaman
al-Muth'im bin Adi. Dan mengingatkan tentang tali kekerabatan dengan Bani
Hasyim dan Bani al-Muththalib, dua orang putra Abdi Manaf dan mencela
persetujuannya atas tindakan zhalim kaum Quraisy.
Al-Muth'im berkata: bagaimana engkau
ini! Apa yang bisa aku lakukan sedangkan aku hanya seorang diri?
Hisyam berkata: engkau sudah
mendapatkan orang keduanya! Al-Muth'im bertanya: siapa dia? Aku, jawab Hisyam.
Kalau begitu mari kita cari orang
ketiga. Pinta al-Muth'im. Aku sudah mendapatkannya. Jawab Hisyam. Siapa dia?
Tanya al-Muth'im. Zuhair bin Abi Umayyah, jawab Hisyam.
Kalau begitu mari kita cari orang
keempat, pintanya lagi.
Lalu dia pergi lagi menuju kediaman
Abul Bukhturi bin Hisyam dan mengatakan kepadanya sama seperti apa yang telah
dikatakannya kepada al-Muth'im. Lalu Abul Bukhturi bertanya kepada Hisyam: apakah
ada orang yang membantu kita dalam hal ini?
Ya, jawabnya. Siapa dia? tanyanya.
Zuhair bin Abi Umayyah, al-Muth'im bin Adi dan juga aku akan menyertaimu,
jawabnya.
Kalau begitu, mari kita cari orang
kelima, pintanya.
Kemudian dia pergi lagi menuju kediaman
Zam'ah bin al-Aswad bin al-Muththalib bin Asad. Dia berbincang dengannya lalu
menyinggung perihal tali kekerabatan dengan Bani Hasyim dan Bani al-Muththalib
serta hak-hak mereka. Zam'ah bertanya kepadanya: apakah ada orang yang ikut
serta dalam urusan ini?
Ya, jawabnya. Kemudian dia
menyebutkan nama-nama orang yang ikut serta tersebut. Akhirnya mereka berkumpul
di pintu Hujun (salah satu arah masuk ke Masjid Haram) dan berjanji akan
melakukan pembatalan terhadap shahifah. Zuhair berkata: akulah yang akan
memulai dan menjadi orang pertama yang akan berbicara.
Pagi harinya, mereka pergi ke tempat
berkumpulnya orang-orang Quraisy. Zuhair datang dengan membawa senjata lalu
mengelilingi Ka'bah tujuh kali, kemudian menghadap ke khalayak seraya berseru:
wahai penduduk Makkah! Apakah kita sampai hati menikmati makanan dan memakai
pakaian sementara Bani Hasyim binasa; tidak ada yang sudi menjual kepada mereka
dan tidak ada yang mau membeli dari mereka? Demi Allah! Aku tidak akan duduk
hingga shahifah yang telah memutuskan hubungan kekerabatan dan penuh kezhaliman
ini dirobek!
Abu Jahal yang berada di pojok
masjid menyahut: Demi Allah! Engkau telah berdusta! Sekali-kali tidak akan
dirobek!
Lalu Zam'ah bin al-Aswad memotong
ucapannya: demi Allah! Justru engkaulah yang paling pembohong! Kami tidak
pernah rela pada penulisannya saat ditulis.
Setelah itu Abul Bukhturi menimpali
pula: benar apa yang dikatakan Zam'ah ini, kami tidak pernah rela terhadap apa
yang telah ditulis dan tidak pernah menyetujuinya!
Berikutnya giliran al-Muth'im yang
menambahkan: mereka berdua ini memang benar dan sungguh orang yang mengatakan
selain itulah yang berbohong. Kami berlepas diri kepada Allah dari shahifah
tersebut dan apa yang ditulis di dalamnya.
Hal ini juga diikuti Hisyam bin Amr yang
menimpali seperti itu pula.
Abu Jahal kemudian berkata dengan kesal:
hal ini pasti telah disiapkan sejak semalam dan dirundingkan di tempat lain!
Kala itu Abu Thalib tengah duduk di
sudut Masjid Haram. Dia datang atas pemberitahuan keponakannya, Rasulullah
–shallallahu 'alaihi wasallam- yang telah mendapatkan wahyu dari Allah perihal
shahifah tersebut, bahwa Allah –subhanahu wata'ala- telah mengirim rayap-rayap
untuk memakan semua tulisan yang berisi pemutusan rahim dan kezhaliman tersebut
kecuali tulisan yang ada nama Allah –subhanahu wata'ala- di dalamnya.
Abu Thalib datang kepada kaum
Quraisy untuk memberitahukan kepada mereka tentang apa yang telah diberitahukan
oleh keponakannya tersebut. Dia menyatakan: ini untuk membuktikan apakah dia
berbohong sehingga kami akan membiarkan kalian untuk menyelesaikan urusan
dengannya, demikian pula sebaliknya jika dia benar maka kalian harus
membatalkan pemutusan rahim dan kezhaliman terhadap kami.
Mereka berkata kepadanya: kalau
begitu engkau telah bertindak adil.
Setelah terjadi pembicaraan panjang
antara mereka dan Abu Jahal, berdirilah al-Muth'im menuju shahifah untuk
merobeknya. Ternyata dia menemukan rayap-rayap telah memakannya kecuali tulisan
Bismikallahumma (dengan namaMu ya Allah) dan tulisan lain yang terdapat nama
Allah di dalammya, rayap-rayap resebut tidak memakannya.
Lalu dia membatalkan shahifah
tersebut sehingga Rasulullah –shallallahu 'alaihi wasallam- bersama orang-orang
yang ada di celah bukit milik Abu Thalib dapat leluasa keluar. Sungguh kaum musyrikin
telah melihat tanda yang agung sebagai bagian dari tanda-tanda kenabian beliau,
akan tetapi mereka tetaplah sebagaimana yang difirmankan Allah:
Dan jika mereka (orang-orang
musyrikin) melihat suatu tanda (mukjizat), mereka berpaling dan berkata (ini
adalah) sihir yang terus menerus. (al-Qamar: 2).
Mereka telah berpaling dari tanda
ini dan malah kekufuran mereka semakin bertambah dan menjadi-jadi.