Jumat, 12 Januari 2024

Utusan Kaum Quraisy Menghadap Abu Thalib

18.22

 

Utusan Kaum Quraisy Menghadap Abu Thalib

Ibnu Ishaq berkata: sekelompok tokoh bangsawan kaum Quraisy menghadap Abu Thalib lalu berkata kepadanya: wahai Abu Thalib! Sesungguhnya keponakanmu telah mencaci tuhan-tuhan kita, mencela agama kita, menganggap kita menyimpang dan menganggap nenek moyang kita sesat. Karenanya, engkau hanya punya dua alternatif; mencegahnya atau membiarkan kami dan dia menyelesaikan urusan ini. Sesungguhnya kondisimu adalah sama seperti kami, tidak sependapat dengannya, oleh karena itu kami berharap dapat mengandalkanmu dalam menghentikannya.

Abu Thalib berkata kepada mereka dengan tutur kata yang lembut dan menjawabnya dengan jawaban yang halus dan baik. Setelah itu mereka pun akhirnya undur diri. Sementara itu Rasulullah –shallallahu 'alaihi wasallam- masih tetap melakukan aktifitas seperti biasanya: menampakkan agama Allah dan mengajak manusia kepadanya.

Akan tetapi orang-orang Quraisy tidak dapat berlama-lama sabar manakala melihat Rasulullah –shallallahu 'alaihi wasallam- terus melakukan aktifitas dan dakwahnya. Bahkan hal itu semakin membuat mereka mempersoalkan dan saling memprovokasi. Hingga pada akhirnya mereka memutuskan untuk menghadap Abu Thalib sekali lagi. Kali ini dengan cara yang lebih kasar dan keras daripada sebelumnya.


Kaum Quraisy Mengultimatum Abu Thalib

Para pemuka kaum Quraisy kembali mendatangi Abu Thalib seraya berkata kepadanya: wahai Abu Thalib! Sesungguhnya usia, kebangsawanan dan kedudukanmu bernilai di sisi kami, dan sesungguhnya kami telah memintamu menghentikan polah keponakanmu itu, namun engkau tidak mengindahkannya. Demi Allah, sesungguhnya kami tidak sabar lagi atas perbuatannya mencela nenek moyang kami, menganggap kami sesat dan mencemooh tuhan-tuhan kami, kecuali jika engkau mencegahnya sendiri atau kami yang akan membuat perhitungan dengannya dan denganmu sekaligus. Setelah itu kita lihat siapa di antara dua pihak ini yang akan binasa.

Ancaman dan ultimatum yang keras tersebut dirasakan berat oleh Abu Thalib, karenanya dia menemui Rasulullah –shallallahu 'alaihi wasallam- seraya berkata kepadanya: wahai keponakanku! Sesungguhnya kaummu telah mendatangiku dan mengatakan ini dan itu kepadaku. Maka kasihanilah aku dan dirimu juga. Janganlah engkau membebaniku dengan sesuatu yang tidak mampu aku lakukan!.

Rasulullah –shallallahu 'alaihi wasallam- mengira bahwa dengan ini pamannya telah menghentikan pembelaannya dan tak mampu lagi melindungi dirinya, maka beliau pun menjawab: wahai pamanku! Demi Allah, andaikan mereka meletakkan matahari di tangan kananku dan bulan di tangan kiriku agar aku meninggalkan urusan ini, niscaya aku tidak akan meninggalkannya hingga Allah memenangkannya atau aku binasa karenanya.

Beliau mengungkapkannya dengan berlinang air mata dan tersedu, lalu berdiri dan meninggalkan pamannya, namun pamannya memanggilnya dan tatkala beliau menghampirinya, dia berkata kepadanya: pergilah wahai keponakanku! Katakanlah apa yang engkau suka, demi Allah sekali-kali aku tidak akan pernah menyerahkanmu kepada siapa pun!