Rabu, 14 Februari 2024

Bai'at Aqabah Kedua/Bai'at Kubra (Bagian 1)

14.46

Bai'at Aqabah Kedua/Bai'at Kubra (Bagian 1)

Pada musim haji tahun ke 13 kenabian bertepatan dengan bulan Juni tahun 622 M,  datanglah sebanyak lebih dari 70 orang kaum Muslimin dari Madinah untuk menunaikan ibadah haji. Mereka datang bersama rombongan para jamaah haji dari kaum mereka  yang masih musyrik. Kaum Muslimin tersebut saling bertanya diantara mereka, hingga kapan mereka harus membiarkan Rasulullah –shallallahu 'alaihi wasallam- berkeliling dan diusir di lereng-lereng bukit dalam keadaan ketakutan?

Tatkala mereka tiba di Makkah, terjadilah kontak rahasia antara mereka dan Rasulullah –shallallahu 'alaihi wasallam- yang menghasilkan kesepakatan di antara kedua belah pihak untuk berkumpul pada pertengahan hari-hari tasyriq di celah yang terletak di sisi Aqabah, tempat di mana terdapat al-Jumrah al-Ula di Mina. Pertemuan tersebut akan dilaksanakan dalam suasana yang sangat rahasia di tengah kegelapan malam.

Salah seorang pemimpin kaum Anshar yakni Ka'ab bin Malik menceritakan: kami berangkat untuk melaksanakan manasik haji dan sebelumnya telah berjanji untuk bertemu Rasulullah –shallallahu 'alaihi wassallam- di Aqabah pada pertengahan hari-hari Tasyriq. Kami dijanjikan bertemu pada malam harinya, sementara itu hadir bersama kami Abdullah bin Amr bin Haram, dia adalah salah seorang pemimpin dan orang yang terpandang di kalangan kami. Kami mengajaknya bersama kami lalu berbicara kepadanya: wahai Abu Jabir, sesungguhnya engkau ini adalah salah seorang pemimpin kami dan orang terpandang di antara kami, kami tidak suka dengan keadaanmu saat ini yang mana akan menyebabkanmu menjadi kayu bakar api neraka kelak. Kemudian kami mengajaknya untuk memeluk Islam dan memberitahukannya perihal janji kami untuk bertemu dengan Rasulullah –shallallahu 'alaihi wasallam- di Aqabah. Lalu dia masuk Islam dan menghadiri Bai'at Aqabah bersama kami serta terpilih sebagai salah seorang pemimpinnya.

Ka'ab melanjutkan: lalu kami tidur pada malam itu bersama kaum kami di perkemahan kami hingga sudah mencapai sepertiga malam kami meninggalkan perkemahan kami menuju tempat perjanjian dengan Rasulullah –shallallahu 'alaihi wasallam- dengan sembunyi-sembunyi dan mengendap-ngendap bagaikan burung padang pasir. Akhirnya kami berkumpul di celah dekat Aqabah. Jumlah kami 73 orang laki-laki dan dua orang perempuan, yaitu Nasibah binti Ka'ab (Ummu Anmar) dari kabilah Bani Mazin bin an-Najjar dan Asma' binti Amr (Ummu Mani') dari Bani Salamah.

Kami berkumpul di celah itu menunggu kedatangan Rasulullah –shallallahu 'alaihi wasallam-, akhirnya beliau datang bersama pamannya al-Abbas bin Abdul Muththalib yang ketika itu masih memeluk agama kaumnya akan tetapi dia ingin menghadiri urusan keponakannya dan meyakinkan kondisinya.

Setelah peserta pertemuan telah lengkap, dimulailah dialog untuk mengesahkan perjanjian persekutuan religi dan militer. Orang pertama yang berbicara adalah al-Abbas bin Abdul Muththalib, paman Rasulullah –shallallahu 'alaihi wasallam-. Dia berbicara untuk menjelaskan kepada mereka secara gamblang akan dampak serius yang akan mereka pikul di pundak mereka sebagai buah dari persekutuan tersebut. Dia berkata: wahai kamum Khazraj! –orang-orang Arab menamakan kaum Anshar sebagai Khazraj- sesungguhnya Muhammad bagian dari kami sebagaimana yang kalian ketahui, dan sungguh kami telah melindunginya dari ancaman kaum kami yang satu pandangan dengan kami, dia sangat terhormat di tengah kaumnya dan terlindungi di negerinya, akan tetapi dia lebih memilih untuk bergabung dengan kalian dan pindah ke negeri kalian. Jika kalian yakin bahwa kalian dapat memenuhi apa yang kalian tawarkan kepadanya dan dapat melindunginya dari orang yang menentangnya, maka itu adalah hak kalian, berikut resiko yang harus ditanggung. Namun jika kalian justru akan menyerahkan dirinya dan menghinakannya setelah kalian membawanya serta ke negeri kalian, maka dari sekarang tinggalkanlah dia, karena sesungguhnya dia dalam keadaan terhormat di tengah kaumnya dan terlindungi di dalam negerinya.

Ka'ab berkata: lalu kami berkata kepadanya: kami telah mendengar apa yang telah engkau utarakan, maka berbicaralah wahai Rasulullah! Ambillah sumpah setia kami untuk dirimu dan Rabbmu sesukamu.

Jawaban ini menunjukkan sikap tegas mereka yang telah memiliki tekad bulat, keberanian, iman  dan keikhlasan di dalam mengemban tanggung jawab yang besar ini, sekaligus dampak-dampaknya yang serius. Setelah itu Rasulullah –shallallahu –alaihi wasallam- memberikan penjelasannya, kemudian selesailah pembaiatan.

Poin-Poin Bai'at

Imam Ahmad telah meriwayatkan dari Jabir poin-poin bai'at secara rinci. Jabir berkata: kami berkata kepada Rasulullah: wahai Rasulullah! Untuk hal apa kami membai'atmu?

Beliau bersabda:

1.untuk mendengarkan dan taat (loyal), baik dalam kodisi semangat maupun malas.

2.untuk berinfak di dalam masa sulit maupun mudah.

3.untuk berbuat amar ma'ruf dan nahi munkar

4. untuk senantiasa tegak di jalan Allah, tanpa mempedulikan celaan orang selama dilakukan di jalan Allah.

5.untuk membelaku manakala aku datang kepada kalian, dan melindungiku sebagaimana kalian melindungi diri kalian sendiri, istri-istri dan anak-anak kalian.

Jika hal ini kalian lakukan maka surgalah sebagai imbalan bagi kalian.

Di dalam riwayat Ka'ab (yang diriwayatkan oleh Ibnu Ishaq). Hanya poin terakhir di atas saja yang ada, disana disebutkan: Ka'ab berkata: lalu Rasulullah –shallallahu 'alaihi wasallam- berbicara seraya membacakan ayat al-Qur'an, berdo'a kepada Allah dan mendorong mereka untuk masuk Islam, kemudian bersabda: aku membai'at kalian untuk melindungiku sebagaimana kalian melindungi istri-istri dan anak-anak kalian. Lalu al-Bara' bin Marur memegang tangan beliau seraya berkata: ya demi Dzat Yang telanh mengutusmu dengan haq sebagai Nabi, sungguh kami akan melindungimu sebagaimana kami melindungi jiwa dan istri-istri kami. Bai'atlah kami wahai Rasulullah. Demi Allah kami adalah ahli strateagi perang dan ahli dalam membuat senjata, kami warisi hal tersebut secara turun temurun dari leluhur kami.

Ka'ab berkata: pada saat al-Bara' berbicara kepada Rasulullah –shallallahu 'alaihi wasallam- tiba-tiba Abu al-Haitsam bin at-Tihan menyela: wahai Rasulullah, sesungguhnya terdapat tali persekutuan antara kami dan orang-orang Yahudi, dan kami akan memutusnya, apakah kiranya bila kami lakukan hal itu dan kelak Allah memberimu kemenangan, engkau akan kembali lagi ke hariban kaummu dan meninggalkan kami?

Ka'ab berkata: lantas Rasulullah –shallallahu 'alaihi wasallam- pun tersenyum kemudian bersabda: bahkan darah kalian adalah darahku, kehancuran kalian adalah kehancuranku juga. Aku adalah bagian dari kalian dan kalian adalah bagian dariku, aku akan memerangi orang yang kalian perangi dan mengadakan perdamaian dengan orang yang kalian adakan perdamaian dengannya.