Senin, 15 Januari 2024

Kisah Bincang-bincang an-Najasyi dan Ja'far bin Abi Thalib

15.26

 

Kisah Bincang-bincang an-Najasyi dan Ja'far bin Abi Thalib

An-Najasyi berkata kepada mereka (kaum Muslimin yang berhijrah ke negerinya): apa gerangan agama yang membuat kalian memisahkan diri dari kaum kalian dan tidak membuat kalian masuk ke dalam agamaku atau agama-agama yang lain?

Ja'far bin Abi Thalib selaku juru bicara kaum Muslimin berkata: wahai baginda raja! Kami dahulunya adalah kaum Jahiliyyah (hidup dalam kebodohan); menyembah berhala, memakan bangkai binatang, melakukan perbuatan keji, memutus tali Rahim, suka mengusik tetangga, kaum yang kuat di antara kami menindas kaum yang lemah. Demikianlah kondisi kami ketika itu, hingga Allah mengutus kepada kami seorang Rasul dari bangsa kami sendiri yang kami ketahui jelas nasabnya, kejujurannya, amanat serta kesucian dirinya. Lalu dia mengajak kami untuk mentauhidkan dan menyembah Allah serta agar kami tidak lagi menyembah batu dan berhala yang dulu disembah oleh nenek moyang kami. Beliau memerintahkan kami agar jujur dalam berbicara, melaksanakan amanat, menyambung tali Rahim, berbuat baik kepada tetangga dan menghindari pertumpahan darah. Beliau melarang kami melakukan perbuatan keji, berbicara dusta, memakan harta anak yatim serta menuduh wanita yang suci melakukan zina tanpa bukti. Beliau memerintahkan kami agar menyembah Allah semata, tidak menyekutukanNya dengan sesuatu apapun, memerintahkan kami agar melakukan shalat, membayar zakat, puasa dan perbuatan baik yang lainya, lalu kami membenarkan hal itu semua dan beriman kepadanya, kami ikuti ajaran yang dibawanya dari Allah; kami sembah Allah semata dan tidak menyekutukannya dengan sesuatu apapun, apa yang diharamkannya atas kami, kami pun mengharamkannya, dan apa yang dihalalkannya bagi kami , maka kami pun menghalalkannya. Lantaran itu kaum kami malah memusuhi kami, menyiksa dan membujuk kami agar keluar dari agama yang memerintahkan kami beribadah kepada Allah, dan mengajak kami kembali menyembah berrhala-berhala, meghalalkan untuk melakukan perbuatan-perbuatn keji yang dahulu pernah kami lakukan. Maka tatkala mereka memaksa kami, menganiaya, mempersempit ruang gerak serta menghalangi kami agar tidak dapat melakukan ritual agama, kami akhirnya menempuh jalan untuk menyelamatkan diri menuju negeri baginda. Kami lebih memilih baginda  daripada yang lain, karena kami lebih suka berada dibawah perlindungan baginda. Ini semua dengan harapan agar kami tidak terzhalimi di sisimu wahai baginda raja.

An-Najasyi bertanya: apakah ada bukti yang dibawanya dari Allah bersama kalian?

Ja'far menjawab: ya! Ada.

An-Najasyi bertanya lagi: bacakanlah dihadapanku!

Lalu Ja'far membacakan permulaan surat Maryam. Manakala mendengar lantunan ayat tersebut, sang raja pun menangis hingga air matanya membasahi jenggotnya. Demikian pula dengan para uskupnya, air mata mereka membasahi lembaran-lembaran kitab suci yang berada di tangan mereka. Kemudian an-Najasyi berkata kepada mereka: sesungguhnya ini dan apa yang dibawa oleh Isa –'alaihissalam- adalah bersumber dari satu lentera.

Kemudian an-Najasyi berkata kepada kedua utusan Quraisy: pergilah kalian berdua, demi Allah, sekali-kali tidak akan aku serahkan mereka kepada kalian dan hal itu tidak akan pernah terjadi.

Keduanya keluar, namun 'Amr bin al-Ash sempat berkata kepada Abdullah bin Rabi'ah: demi Allah! Sungguh aku akan datangi lagi dia besok untuk membicarakan perihal mereka, dan akan aku satroni mereka (mementahkan argumentasi kaum Muslimin) sebagaimana aku menyatroni lading mereka.

Abdullah bin Rabi'ah berkata: jangan kamu lakukan itu! Sesungguhnya mereka itu masih memiliki hubungan tali Rahim dengan kita, sekalipun mereka menyelisihi kita.

Akan tetapi Amr bersikeras dengan tekadnya. Benar saja keesokan harinya dia mendatangi an-Najasyi dan berkata kepadanya: wahai baginda raja! Sesungguhnya mereka itu mengatakan suatu perkataan yang sangat serius terhadap Isa bin Maryam.

An-Najasyi lalu mengirim utusan kepada kaum Muslimin untuk mempertanyakan perihal pendapat mereka tentang Isa al-Masih tersebut. Mereka sempat terkejut menyikapi hal itu, namun akhirnya tetap bersepakat untuk berkata dengan sejujur-jujurnya apa pun yang terjadi. Ketika mereka sudah berada di hadapan sang raja, dan dia bertanya kepada mereka tentang hal itu, Ja'far berkata kepadanya: kami berkata tentangnya sebagaimana yang diberitahukan kepada kami oleh Nabi kami –shallallahu 'alaihi wasallam- bahwa Dia adalah hamba Allah, RasulNya, ruhNya, KalimatNya yang disampaikan kepada Maryam, si perawan suci.

An-Najasyi kemudian memungut sebatang ranting pohon dari tanah seraya berujar: demi Allah! Apa yang kamu ungkapkan itu tidak melangkahi Isa bin Maryam meski seukuran ranting ini.

Mendengar hal ini para uskup mendengus, dan dengusan itu langsung ditimpalinya: demi Allah! Sekali pun kalian mendengus.

An-Najasyi kemudian berkata kepada kaum Muslimin: pergilah! Kalian akan aman di negeriku. Siapa saja yang mencela kalian, maka dia akan dikenakan sanksi. Aku tidak ingin memiliki gunung emas jika dengan cara harus menyakiti salah seorang di antara kalian.

Kemudian an-Najasyi berkata kepada para pejabat istana: kembalikan hadiah-hadiah tersebut kepada keduanya, karena aku tidak memerlukannya. Demi Allah! Tatkala Allah –subhanahu wata'ala- mengembalikan kerajaanku ini kepadaku, Dia tidak pernah mengambil suap dariku, sehingga aku merasa patut mengambil suap dengan memanfaatkan kekuasaanku, dan ketentuanku yang dipatuhi oleh manusia aku pun akan mematuhinya.

Ummu Salamah yang meriwayatkan kisah ini berkata: kemudian keduanya keluar dari hadapannya dengan raut muka yang kusam, karena alasan yang mereka kemukakan tertolak sama sekali. Setelah itu kami menetap di sisinya; sebaik-baik tempat singgah bersama sebaik-baik tetangga.