Selasa, 08 Februari 2022

Faedah dan Pentingnya Taukid di dalam Al-Qur'an

Faedah dan Fungsi Taukid di dalam kitab suci Al-Qur’an
Di dalam kajian atau bahasan ilmubalaghah, taukid dipakai bila pendengar atau audiens dalam kondisi ragu atau dalam keadaan ingkar. 

Kalamnya disebut dengan khabar thalabi dan khabar inkary.

taukid alquran

A. Khabar Thalaby
Khabar thalabi ialah bila mukhathab/orang yang diajak bicara ragu-ragu atau dalam kondisi bingung mengenai kebenaran atau validitas suatu berita & diharapkan mukhathab menjadi tidak ragu/yakin mengenai kebenaran berita itu. 

Sehingga berita yang disampaikan sebaiknya menggunakan taukid (penekanan/penguatan). Contoh:
إِنَّ أَبَاكَ مَرِيْضٌ
Artinya: sesungguhnya ayahmu sakit.

Dalam contoh ini taukidnya hanya memakai satu saja yaitu huruf "inna".

B. Khabar Inkary
Khabar inkari ialah apabila mukhathab/orang kedua/orang yang diajak bicara atau lawan bicara mengingkari kebenaran suatu berita atau pernyataan yg disampaikan. 

Khabar inkary harus menggunakan taukid lebih dari satu, tergantung dengan tingkat pengingkaran mukhathab tersebut. Contoh:
إِنَّ أَبَاكَ لَمَرِيْضٌ
وَاللهِ إِنَّ أَبَاكَ لَمَرِيْضٌ
Terjemahannya: sesungguhnya ayahmu sakit 

Demi Allah, sesungguhnya ayahmu sakit.

Dalam dua contoh di atas taukid yang dipakai ada 2: yaitu huruf "inna" dan qosam atau sumpah.

Catatan

Walaupun dalam bahasa Arab memakai taukid lebih dari satu akan tapi dalam bahasa Indonesia diterjemahkan hanya 1 saja karena jika menggunakan banyak kata “sesungguhnya” dalam bahasa Indonesia akan termasuk dalam pemborosan kata.

Faidah Uslub Taukid

Adapun faidah dan fungsi adanya uslub/gaya bicara dengan taukid dalam Al-Qur'an adalah sebagai berikut:

Penegasan atau penguatan

Nilai penekanan yg dikandung pola takrir setingkat lebih kuat dibanding ta’kid karena takrir mengulang kata yang sama maka makna yang dimaksud akan lebih jelas. Berbeda dengan taukid yang lebih menggunakan huruf atau alat/kata yang menegaskan makna yang terkandung.

Seperti contoh Q.S al-Imron: 42, sebagai berikut:

 وَإِذْ قَالَتِ الْمَلاَئِكَةُ يَا مَرْيَمُ إِنَّ اللّهَ اصْطَفَاكِ وَطَهَّرَكِ وَاصْطَفَاكِ عَلَى نِسَاء الْعَالَمِينَ
Artinya: Dan ingatlah tatkala malaikat Jibril itu berkata “  Wahai Maryam sesungguhnya Allah telah memilihmu, mensucikanmu dan melebihkan mu atas segala wanita di dunia yang semasa dengan kamu.

Kedua lafad yang tercetak tebal sama menggunakan lafald isthofaki diulang sebanyak dua kali dengan tujuan agar keistimewwaan yang ada pada Maryam semakin jelas dan sebagai bukti atas kesucin yang dia miliki.


Memperjelas dan memperkuat sebuah peringatan
Hal ini mengimplikasikan kata-kata itu bisa dipahami & diterima. 
Misalnya lafad ya qoumi (hai kaumku) pada kedua ayat yang saling berdekatan, maknanya saling berkaitan. 

Contoh Q.S Al-Mu’min: 38-39:
وَقَالَ الَّذِي آمَنَ يَا قَوْمِ اتَّبِعُونِ أَهْدِكُمْ سَبِيلَ الرَّشَادِ
“Orang yang beriman itu berkata: “Hai kaumku, ikutilah aku, aku akan menunjukkan kepadamu jalan yang benar.”
يَا قَوْمِ إِنَّمَا هَذِهِ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا مَتَاعٌ وَإِنَّ الْآخِرَةَ هِيَ دَارُ الْقَرَارِ
Wahai kaumku, sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah kesenangan (sementara) dan sesungguhnya akhirat itulah negeri yang kekal.

Menghindari sikap lupa yang disebabkan kalimat tertentu terlalu panjang

Sehingga jika tdk diulangi maka takutya lupa  kata yg berada di awal.  

Seperti pengulangan kata "inna rabbaka" ( sesungguhnya Tuhanmu) Q.S An-Nahl: 110.

 ثُمَّ إِنَّ رَبَّكَ لِلَّذِينَ هَاجَرُواْ مِن بَعْدِ مَا فُتِنُواْ ثُمَّ جَاهَدُواْ وَصَبَرُواْ إِنَّ رَبَّكَ مِن بَعْدِهَا لَغَفُورٌ رَّحِيمٌ
“Dan sesungguhnya Tuhanmu (pelindung) bagi orang-orang yang berhijrah sesudah mendapat cobaan, kemudian mereka berjihad dan sabar; sesungguhnya Tuhanmu sesudah itu benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

Menggambarkan agungnya sebuah perkara atau sebuah mengisahkan jika betapa sebuah peristiwa itu sungguh menakutkan

Seperti penderitaan pda hari kiamat pda Q.S al-Haqqah: 1-2    
الْحَاقَّةُ. مَا الْحَاقَّةُ
Artinya: Hari kiamat. Apakah hari kiamat itu?

Pola takrir ditempatkan sebagai ancaman dan intimidasi 

Seperti yang terdapat dalam ayat at-Takatsur: 3-4.
كَلَّا سَوْفَ تَعْلَمُونَ. ثُمَّ كَلَّا سَوْفَ تَعْلَمُونَ
Artinya: janganlah begitu kelak kamu akan mengetahui akibat perbuatanmu itu dan janganlah begitu kelak kamu akan mengetahui.
Ancaman tersebut diulang dua kali seakan mengatakan kepada orang orang lalai hendaknya dia segera bertaubat karena sejatinya dia tidak akan mengetahui sebesar apakah balasan siksa yang dia tanggung.

Urgensi Kajian Taukid dalam Al-Qur’an Al-Kariim
Sebagaimana yg telah diketahui bhw al-Qur’an diturunkan pertama kali kepada penduduk Arab yg telah memiliki corak dan tabiat yang sudah mendarah-daging jauh sebelum al-Qur’an diturunkan. Maka tak heran, bila dibeberapa hal di dalam al-Qu’ran kita menjumpai kebiasaan dan tradisi bangsa Arab tersebut, salah satunya adalah kebiasaan mereka mengulang kata dalam melakukan pembicaraan atau dalam menyampaikan berita dengan tujuan untuk menguatkan informasi yang disampaikan dalam pembicaraan tersebut. Sehingga dengan begitu, fungsi taukid untuk menguatkan kebenaran khabar atau berita salah satu bentuknya memakai kaidah tikrar.


Walaupun begitu, adanya kalimat taukid di dalam al-Qur’an bukanlah sebagai bentuk ikut-ikutan terhadap tradisi bangsa Arab ketika itu, melainkan hanya utk menguatkan informasi wahyu yg diturunkan Allah ta'ala melalui Nabi Muhammad, apalagi kondisi jiwa bangsa Arab sebagai penerima wahyu dan kebenaran masih berbeda-beda. Ada yang memiliki  jiwa yang jernih serta hati yang fitrah sehingga dengan mudah dapat menerima petunjuk dan kebenaran hanya dalam waktu yang singkat. Namun ada pula yang memiliki jiwa tertutup oleh kebatilan & kebodohan sehingga susah menerima petunjuk dan kebenaran tersebut. Maka orang semacam ini perlu diberikan peringatan dan kalimat yang keras, sehingga dengan begitu diharapkan mampu berubah menuju kebaikan. 

Dengan begitu, kalimat taukid dalam firman Allah melalui al-Qur’an termasuk salah satu cara memperkuat ungkapan kalimat yang diiringi dengan bukti nyata, sehingga mereka (orang yg mengingkari petunjuk) dapat mengakui apa yang semula diingkarinya. Bahkan dengan menyertakan taukid atau kalimat penegas tersebut, tidak ada lagi alasan apapun untuk menantang kebenaran yang disampaikan.