Jumat, 05 Januari 2024

Masa Kecil Rasulullah –shallallahu 'alaihi wasallam-Di Perkampungan Kabilah Bani Sa'ad

14.08

 

Masa Kecil Rasulullah –shallallahu 'alaihi wasallam-Di Perkampungan Kabilah Bani Sa'ad

Tradisi yang berlaku di kalangan bangsa arab yang tinggal di kota adalah mencari para wanita untuk menyusui bayi-bayi mereka sebagai tindakan preventif terhadap tersebarnya penyakit-penyakit kota. Hal itu mereka lakukan agar tubuh bayi-bayi mereka menjadi kuat, berotot kekar, dan mahir berbahasa arab sejak masa kanak-kanak.

Oleh karena itu, Abdul Muththalib mencari wanita-wanita yang dapat menyusui Rasulullah–shallallahu 'alaihi wasallam-. Dia akhirnya menemukan seorang wanita penyusu dari kabilah Bani Sa'ad bin Bakr yang bernama Halimah binti Abu Dzuaib. Suami dari wanita ini adalah Al-Hariits bin Abdul U'zza yang berjuluk Abu Kabsyah yang juga berasal dari kabilah yang sama.

Dengan begitu Rasulullah –shallallahu 'alaihi wasallam-memiliki banyak saudara sesusuan, yaitu Abdullah bin al Harits, Anisah binti al-Harits, Hudzafah atau Judzamah binti Al-Hariits (dialah yang berjuluk asy-syaima,,sebuah julukan yang lebih populer dibangkan dengan nama aslinya). Halimah merawat Rasulullah –shallallahu 'alaihi wasallam- serta Abu Sufyan bin al-Harits bin Abdul Muththalib, saudara sepupu Rasulullah –shallallahu 'alaihi wasallam-.

Paman beliau –shallallahu 'alaihi wasallam- Hamzah bin Abdul Muththalib juga disusui di tengah kabilah bani Sa'ad bin Bakr. Suatu hari ibu susuannya menyusui Rasulullah –shallallahu 'alaihi wasallam- saat beliau berada di sisi ibu susuannya ,Halimah. Dengan demikian Hamzah merupakan saudara sesusuan Rasulullah –shallallahu 'alaihi wasallam- dari dua pihak, yaitu Tsua'ibah dan Halimah as-Sa'diyyah.

Halimah merasakan adanya keberkahan dari kehadiran Rasulullah –shallallahu 'alaihi wasallam- yang membuatnya berkisah yang aneh-aneh tentang dirinya. Untuk itu kita biarkan Halimah yang mengisahkannya sendiri secara rinci:


Ibnu Ishaq berkata: Halimah pernah berkisah, bahwasanya suatu ketika dia pergi bersama suami dan bayinya yang masih kecil dan masih disusui bersama rombongan para wanita  dari kalangan Bani Sa'ad bin Bakr yang sama-sama tengah mencari bayi-bayi yang akan disusui. Halimah berkisah; Ketika itu sedang musim pencelik di mana kami sudah tidak memiliki apa-apa lagi, lalu aku pergi dengan mengendarai seekor keledai betina berwarna putih kehijauan milikku beserta seekor unta yang sudah tua. Demi Allah! Tidak setetes pun susu yang dihasilkannya, kami juga tidak bisa melewati malam dengan tidur pulas lantaran tangis bayi kami yang menangis kelaparan sedangkan air susu di payudaraku tidak mencukupi, begitu juga dengan air susu unta tua kami tersebut sudah tidak berisi. Akan tetapi kami selalu mengharap pertolongan dan jalan keluar, selanjutnya aku pergi  dengan mengendarai kedelai betina milikku yang sudah tidak kuat lagi untuk meneruskan perjalanan sehingga hal ini membuat rombongan kami merasa kesulitan akibat letih dan kondisi kekeringan yang melilit. Akhirnya kami sampai juga ke Makkah untuk mencari untuk mencari bayi-bayi yang akan disusui tersebut. tidak seorang wanita pun di antara kami ketika di tawarkan kepadanya untuk menyusui Rasulullah –shallallahu 'alaihi wasallam- melainkan mereka menolaknya bila diberitahu perihal kondisi beliau yang yatim. Sebab,tujuan kami (rombongan wanita penyusu bayi), hanya mengharapkan imbalan materi dari orang tua si bayi sedangkan beliau–shallallahu 'alaihi wasallam- bayi yang yatim, apa gerangan yang dapat diberikan oleh ibu dan kakeknya buat kami? kami semua tidak menyukainya karena hal itu. Akhirnya semua wanita penyusu yang bersamaku mendapatkan bayi susuan kecuali aku. Ketika kami semua sepakat akan berangkat pulang, aku berkata kepada suamiku : Demi Allah! Aku tidak sudi pulang bersama teman-temanku tanpa membawa seorang bayi susuan. Demi Allah! Aku akan pergi ke rumah bayi yatim tersebut dan akan mengambilnya menjadi bayi susuanku. Lalu suamiku berkata: tidak mengapa bila kamu melakukan hal itu, mudah-mudahan Allah menjadikan kehadirannya ditengah kita sebagai suatu keberkahan. Akhirnya aku pergi kepada beliau–shallallahu 'alaihi wasallam- dan membawanya serta. Sebenarnya motivasiku membawanya serta hanyalah karena aku tidak mendapatkan bayi selain beliau.

Halimah melanjutkan: setelah itu aku kembali dengan membawanya menuju tungganganku. Ketika dia kubaringkan di pangkuanku, kedua susuku seakan menyongsongnya untuk meneteki seberapa dia suka, diapun meneteknya hingga kenyang, dilanjutkan kemudian oleh saudara sesusuannya (bayiku) hingga kenyang pula. Kemudian keduanya tertidur dengan lelap, padahal sebelumnya kami tak bisa memicingkan mata untuk tidur karena tangis bayi kami tersebut. Suamiku memeriksa unta tua milik kami dan ternyata susunya sudah berisi, lalu dia memerahnya untuk diminum. Lalu dia meminum dan aku juga ikut minum hingga perut kami kenyang, dan malam itu adalah malam tidur terindah yang pernah kami rasakan, dimana kami tidur dengan lelap.

Pada pagi harinya, suamiku berkata kepadaku: Demi Allah tahukah kamu wahai Halimah? Kamu telah mengambil manusia yang diberkahi. Aku menimpali: Demi Allah! Aku berharap demikian. Kemudian kami pergi lagi ,aku menunggangi keledai betinaku dan membawa serta beliau -sallallahu alaihi wassallam- diatasnya. Demi allah! Keledai betinaku sanggup menempuh perjalanan yang tidak sanggup diakukan unta-unta merah mereka sehingga teman-teman wanitaku dengan penuh keheranan berkata kepadaku : wahai putri Abu Zuaib! Ada apa denganmu! Kasihanilah kami, bukankah keledai ini yang dulu engkau tunggagi ketika pergi?' Aku menjawab Demi Allah, inilah keledai yang dulu itu!' Mereka berkata: Demi Allah, pasti ada  sesuatu pada keledai ini.' Kemudian sampailah kami di tampat tinggal kami di perkampungan kabilah Bani Sa'ad. Sepanjang pangetahuanku tidak ada bumi Allah yang lebih tandus darinya. Sejak kami pulang dan membawa Muhammad -sallallahu alaihi wasalam-, kambingku tampak dalam keadaan kenyang dan air susunya banyak sehingga kami dapat memerahnya dan meminumnya, padahal orang-orang tidak mendapatkan setetes air susu pun di kantong susu kambing. Kejadian ini membuat kaumku yang bermukim berkata kepada para pengembala meraka: celaka kalian! Pergilah, ikuti kemana saja pengambala putri Abu Zuaib mengembalakan kambingnya. Meskipun demikian, realitasnya, kambing-kambing mereka tetap kelaparan dan tidak mengeluarkan air susu setetes pun sedangkan kambingku selalu kenyang dan banyak air susunya. Demikianlah kami selalu mendapatkan tambahan nikmat dan kebaikan dari Allah hingga tak terasa dua tahun berlalu dan tiba waktuku untuk menyapihnya. Dia tumbuh berkembang tidak seperti anak-anak sebayanya, sebab sebelum mencapai usia dua tahun dia sudah tumbuh dengan postur yang bongsor.

Halimah melanjutkan ceritanya: akhirnya kami mengunjungi ibunya dan dalam hati yang paling dalam kami sangat berharap dia masih bisa berada di tengah keluarga kami karena keberkahan yang kami rasakan sejak keberadaannya tersebut. Kemudian kami membujuk ibunya, aku berkata kepadanya: Kiranya anda sudi membiarkan anak ini bersamaku hingga dia besar, sebab aku khawatir dia terserang penyakit menular yang bisa menjangkiti kota Makkah. Kami terus membujuk ibunya hingga dia bersedia mengembalikannya untuk tinggal bersama kami lagi.

Begitulah Rasulullah -sallallahu alaihi wasalam- akhirnya tetap tinggal di perkampungan kabilah Bani Sa'ad, hingga terjadinya peristiwa dibelahnya dada beliau ketika berusia empat atau lima tahun.

Imam Muslim meriwayatkan dari Anas bahwasanya Rasululah-sallallahu alaihi wasalam- didatangi oleh Jibril –alaihissalam- saat beliau tengah bermain bersama teman-teman sebayanyanya. Jibril menangkap dan merebahkan beliau di atas tanah lalu membelah jantung beliau, kemudian mengeluarkannya, dari jantung ini dikeluarkan segumpal darah. Jibril berkata: Ini adalah bagian setan yang ada pada dirimu. kemudian mencuci jantung tersebut dengan air zam-zam di dalam baskom yang terbuat dari emas, lalu memperbaikinya dan menaruhnya di tempat semula. Teman-teman sebayanya pun berlarian mencari ibu susuannya seraya berkata: Muhammad telah dibunuh!. Mereka akhirnya beramai-ramai menghampirinya dan menemukannya dengan rona muka yang sedah berubah. Anas(periwayat hadis) berkata: sungguh aku telah melihat bekas jahitan itu ada di dada Rasulullah-sallallahu alaihi wasalam-.